SEKATO.ID | JAMBI – Wacana isu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bermunculan di berbagai daerah, salah satunya di Kota Jambi terdapat papan reklame dan baliho yang bertagar 2024 setia bersama Jokowi.
Di kawasan jalan TAC Simpangempatsipin, Sungai Putri, Telanaipura, Kota Jambi terdapat papan reklame yang berukuran cukup besar yang menyebutkan harapan rakyat Indonesia #2024 setia bersama Jokowi.
Tagar tersebut dikuti dari papan reklame milik Relawan Indonesia Sumatera Bersatu Untuk Jokowi dari Koalisi Bersama Rakyat (Kobar), Selasa (08/03/2022).
Papan reklame tersebut berisi dukungan kepada Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali maju pada pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2024. lalu apakah Jokowi benar-benar akan maju pada pilpres 2024?
Hal ini pun menuai berbagai tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya Yan A Harahap, Politisi Partai Demokrat. “Melihat hastagnya, sepertinya sudah dipersiapkan dengan matang,” tulis Yan di akun twitternya, Minggu (06/03/2022).
Seperti diketahui orang nomor satu di Republik Indonesia (RI) itu telah dua kali menjabat sebagai Presiden RI yakni pada periode tahun 2014-2019 dan periode 2019-2024.
Lalu seperti apa peraturan masa jabatan Presiden RI, berikut aturannya tertuang dalam isi Pasal 7 UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen, seperti dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-R):
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(HP)
Discussion about this post