SEKATO.ID | JAKARTA – RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah sah sebagai RUU Inisiatif DPR pada Rapat Paripurna Masa Sidang III Tahun Sidang 2021-2022 yang diadakan pada Selasa (18/2/2022). Dari 9 fraksi hanya 1 fraksi yang dengan tegas menolak RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR. Adapun fraksi yang menolak ialah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, hal ini disampaikan oleh Anggota Fraksi PKS DPR RI Kurniasih Mufidayati dalam rapat paripurna, ia menyampaikan adapun alasan dari penolakan tersebut ialah karena RUU TPKS tidak memasukkan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi: kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual yang menurut F-PKS menjadi esensi penting bagi pencegahan dan perlindungan dari kekerasan seksual.
Di lain sisi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyebut keputusan DPR RI tersebut menjadi angin segar dalam upaya menuntaskan kekerasan seksual karena tidak saja melindungi perempuan dan anak-anak, tapi juga turut melindungi semua anak bangsa. Menurut Bintang, dengan berlakunya RUU TPKS ini tentu saja akan memberikan kepastian hukum dalam pencegahan, perlindungan, penanganan, dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual.
Namun perlu diketahui, bahwa setelah disahkan sebagai RUU Inisiatif, RUU TPKS masih akan melalui sejumlah tahapan sebelum ditetapkan sebagai undang-undang. Dalam hal ini, wakil ketua komisi VIII DPR Diah Pitaloka menerangkan RUU TPKS baru selesai melalui tahap pengesahan menjadi RUU inisiatif di Badan Legislatif (Baleg). Usai menetapkan menjadi RUU Inisiatif, DPR akan mengirimkan hasil rapat paripurna kepada Presiden Joko Widodo. Setelahnya DPR akan menunggu presiden untuk mengirimkan surat presiden. Sambil menunggu surat presiden, pimpinan DPR akan menggelar diskusi publik atau Focus Group Discussion (FGD) untuk menampung aspirasi masyarakat.
Presiden akan mengirimkan Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Penyusunan DIM akan dilakukan di sejumlah instansi dan kementerian/lembaga. Diantaranya Kantor Staf Kepresidenan, Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemenkumham, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan.
Lalu Presiden juga akan menunjuk Kementerian yang akan membahas mengenai RUU TPKS bersama dengan DPR. Setelah menerima surat dari Presiden, DPR akan menggelar rapat paripurna untuk membahas alat kelengkapan dewan yang akan membahas RUU TPKS. Dalam rapat tersebut, nantinya akan diputuskan Komisi atau Baleg yang diberi kewenangan membahas RUU tersebut bersama pemerintah.
Dalam hal ini, Forum Pengada Layanan yaitu kumpulan lembaga yang bekerja mendampingi perempuan korban kekerasan seksual di seluruh Indonesia yang terlibat dalam perlindungan korban kekerasan seksual, merespons secara positif pengesahan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR. Mereka menganggap ini merupakan satu langkah maju dalam proses legislasi pengesahan RUU TPKS, mereka juga mendorong agar pembahasan antara DPR dan pemerintah bisa selesai setidaknya Juli 2022.
Sumber: ngertihukum.id
Discussion about this post