SEKATO.ID – Vaksin AstraZeneca dinyatakan haram oleh Ulama Indonesia (MUI) karena memanfaatkan tripsin babi dalam pembuatannya. Meski begitu, ia masih boleh digunakan dengan sejumlah syarat.
“Vaksin AstraZeneca memanfaatkan tripsin (yang ada dalam babi) dalam proses pembuatannya,” kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam jumpa pers virtual, Jumat (19/3).
AstraZeneca sendiri membantah vaksinnya menggunakan tripsin babi. Dengan tegas mereka sampaikan bahwa vaksin vektor virus buatannya tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya.
Perlu diketahui, tripsin babi banyak digunakan dalam pembuatan vaksin.
Dikutip dari kumparan.com, Ahli biologi molekuler independen Ahmad Utomo menjelaskan, proses pembuatan vaksin AstraZeneca dan Sinovac memiliki perbedaan. Jika Sinovac menggunakan virus SARS-CoV-2 yang telah dimatikan (inactivated virus), AstraZeneca menggunakan bagian dari virus tersebut, yaitu spike (semacam protein berbentuk paku duri di tubuh virus corona).
Ahmad melanjutkan bagian virus corona tersebut dipindahkan ke Adenovirus untuk berkembang ke sel inang. Adenovirus yang telah disisipi gen protein spike ini akan memasuki sel manusia yang memicu kekebalan terhadap virus SARS-CoV-2.
“Baik Sinovac dan AstraZeneca itu sama-sama menggunakan jalur sel. Kalau Sinovac menggunakan sel vero, AstraZeneca menggunakan MRC-5. Dalam memperbanyak virusnya harus menumbuhkan sel dulu, agar menjadi inang buat si virus. Teknologi yang digunakan adalah cawan. Sel MRC-5 sifatnya melekat pada cawan, tidak bisa mengapung,” jelas Ahmad dalam video di channel YouTube miliknya.
Sel MRC-5 yang melekat pada cawan telah terinfeksi Adenovirus akan mereplikasi diri. Akhirnya, cawan akan penuh dan sel bisa mati atau tidak dapat berkembang. Untuk memijah atau melepas sel tersebut dibutuhkan tripsin, enzim yang diekstrak dari pankreas hewan (dalam kasus ini berarti babi untuk menjadi porcine trypsin atau tripsin babi).
“Sel melekat sekali di cawan, harus dilepaskan agar sel bisa dipindahkan ke cawan yang lain. Kalau dipisahkan secara fisik nanti mati, melepas harus secara hati-hati, makanya digunakan enzim tripsin, supaya bisa memisahkan sel dan melepaskan ikat dari cawan,” katanya.
Ahmad menegaskan setelah pengangkatan sel, tripsin sudah tidak dan bersih dari sel. Kemudian di tahap akhir, virus yang dikembangbiakkan yang sudah terpisah dari sel inang juga tidak terdapat kandungan tripsin.
“Tripsin yang paling umum digunakan pengembangan dalam culture cell asalnya dari babi. Tapi, ada juga tripsin yang tidak berasal dari pankreas babi, tetapi secara rekombinan. Jadi, tripsin diproduksi di jamur,” terangnya.
Ahmad meyakini bahwa AstraZeneca menggunakan tripsin babi, karena pada umumnya menggunakan gen dari hewan tersebut. Jarang sekali vaksin yang tidak menggunakan tripsin babi, tetapi ada yang tidak seperti diproduksi di makhluk yang lain.
Kemudian, menurut Ahmad, ada beberapa vaksin yang tidak menggunakan tripsin, seperti Novavax yang terbuat dari sel serangga, hingga Moderna dan Pfizer yang kedua bahkan tidak menggunakan sel untuk mengembangkan virus.
Dalam akhir video, Ahmad menegaskan semua vaksin yang ada saat ini tidak ada kandungan babinya lagi.
Discussion about this post