SEKATO.ID | JAKARTA – Sekjen Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dr Budi Wiweko, SpOG(K)-Fer, MPH akan memanggil salah satu dokter kandungan yang tengah viral di TikTok, adapun alasan dari dipanggilnya dokter kandungan tersebut karena pada video TikTok yang Ia buat diduga memuat konten yang menyepelekan permintaan pasien untuk menggugurkan kandungan dengan intonasi musik dan mimik menggerakkan jari dan gelengan kepala yang dianggap tidak sesuai dengan etika bermedia sosial seorang dokter yang telah diatur dengan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia, sikap dan konten video tersebut lantas menjadi perdebatan netizen.
Melihat hal ini, bagaimana sebenarnya hukum mengatur mengenai aborsi di Indonesia?
Di Indonesia berbagai macam kejahatan maupun pelanggaran diatur pada KUHP. Salah satu kejahatan yang diatur di dalam KUHP ialah mengenai aborsi jenis abortus provocatus. Abortus provocatus adalah istilah dalam bahasa latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan profesi kedokteran dan hukum, yang artinya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang ibu atau perempuan hamil. Ketentuan mengenai abortus provocatus diatur pada Pasal 299 serta Pasal 346-349 KUHP. Berdasarkan pasal tersebut, yang dapat dikenakan pidana yaitu wanita yang mengandung, pelaku selain wanita mengandung, dan orang yang sengaja mengobati atau menyuruh melakukan aborsi.
Namun ternyata terdapat jenis aborsi yang boleh dilakukan. Adapun jenis aborsi tersebut merupakan jenis aborsi provocatus therapeuticus, yaitu pengakhiran kehamilan dengan sengaja dari luar, biasanya dilakukan untuk menolong nyawa ibu oleh dokter karena kehamilan membahayakan nyawa si ibu. Jenis aborsi ini tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana karena telah dikecualikan dari larangan aborsi dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Berdasarkan Pasal 75 UU Kesehatan menyatakan bahwa Setiap orang dilarang melakukan aborsi. Namun, larangan tersebut dapat dikecualikan berdasarkan:
- Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
- Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Dimana, tindakan ini hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasihatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Aborsi sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan:
- Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
- Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
- Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
- Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
- Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Dalam UU Kesehatan ini tepatnya pada Pasal 77, ternyata Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan perundang-undangan. Dimana yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
Sumber: ngertihukum.id
Discussion about this post