SEKATO | JAKARTA – Nilai tukar atau kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan melemah. Karena rupiah masih dibayangi sentimen kenaikan suku bunga bank sentral AS The Fed.
“Di perdagangan pagi ini, sentimen The Fed terlihat masih bertahan dan memberikan sentimen negatif ke pergerakan harga aset berisiko. Indeks saham Asia terlihat bergerak negatif di awal perdagangan hari ini,” kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Senin, 22 Agustus 2022.
Menurut Ariston, sentimen The Fed tersebut dipicu rilis notulen rapat The Fed pekan lalu dan komentar beberapa petinggi The Fed yang menginginkan kenaikan suku bunga acuan terus berlanjut hingga akhir tahun karena tingkat inflasi AS yang masih tinggi.
Sejumlah pejabat bank sentral semua menjelaskan bahwa The Fed masih memiliki pekerjaan untuk menaikkan suku bunga guna mengendalikan inflasi di Negeri Paman Sam.
Presiden Fed St Louis James Bullard mengatakan dia condong ke arah mendukung kenaikan suku bunga 75 basis poin ketiga berturut-turut pada September 2022.
Sementara Presiden Fed San Francisco Mary Daly mengatakan kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) atau 75 bps bulan depan akan masuk akal.
Sedangkan Presiden Fed Kansas City Esther George mengatakan dia dan rekan-rekannya tidak akan berhenti mengetatkan kebijakan sampai mereka benar-benar yakin bahwa inflasi yang terlalu tinggi akan turun.
“Dari dalam negeri, rencana kenaikan BBM yang bakal memicu inflasi dan bisa menurunkan daya beli masyarakat sehingga bisa melambatkan pertumbuhan ekonomi, bisa memberikan tekanan ke rupiah,” ujar Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak ke arah level Rp14.900 per dolar AS dengan level support Rp14.800 per dolar AS.
Pada Jumat, 19 Agustus lalu, rupiah ditutup melemah tipis 1 poin atau 0,01 persen ke posisi Rp14.838 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.837 per dolar AS.
TEMPO
Discussion about this post