Oleh Ilham Kurniawan Dartias
Advokat anggota DPC PERADI Jambi
Carut-marut Organisasi Advokat (Baca: PERADI) sampai saat ini belum juga terselesaikan dengan baik. Dimulai keluarnya Putusan Mahkamah Agung R.I No: 997K/pdt/2022 tertanggal 18 April 2022 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan ‘No.592/Pdt/2020/PT MDN. Jo Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.12/Pdt.G/2020/PN Lbp, yang memantik diskursus mengenai keabsahan kepemimpinan PERADI Otto Hasibuan (baca PERADI SOHO) yang proses pencalonannya menggunakan AD/RT PERADI yang hanya ditetapkan melalui Rapat Pleno tahun 2019 yang dinilai cacat hukum. Kemudian ditambah panas dengan adanya kisruh Hotman Paris Hutapea dengan Otto Hasibuan yang sampai saat ini belum tahu unjung pangkalnya.
Gelombang badai yang menerpa PERADI SOHO tidak sampai disini saja, pelbagai persoalan datang silih berganti seperti persoalan keabsahan melakukan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Ujian profesi advokat (UPA) dan Pengambilan sumpah advokat dan yang paling santer adalah mengenai Kartu Tanda Advokat (KTA) PERADI yang di tanda tangan Otto Hasibuan dianggap tidak sah, pasca Putusan Mahkamah Agung R.I No: 997K/pdt/2022. Disamping itu narasi yang dibangun untuk melemahkan PERADI SOHO antara lain bahwa kepengurusan PERADI yang diakui negara adalah PERADI Rumah Bersama Advokat (RBA) dibawah kepemimpinan Luhut .M.P. Pangaribuan, karena sudah mendapat legitimasi hukum melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU-0000883.AH.01.08 Tahun 2022 tentang Persetujuan Perubahan PERADI tertanggal Kamis 28 April 2022.
Polemik di tingkat tapak juga mulai mencuat seperti terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mana kuasa hukum pihak penggugat bernama Albert dalam perkara hak piutang bank, di persidangan menyampaikan keberatan dengan kuasa hukum pihak lawan pemegang KTA PERADI yang ditanda tangani oleh Otto Hasibun dengan alasan KTA tersebut tidaak sah pasca Mahkamah Agung (MA) yang memperkuat putusan PN Lubuk Pakam. Albert pun meminta pihak tergugat untuk mengganti kuasa hukum, namun pihak tergugat menyatakan bahwa kuasa hukum yang ditunjuk tersebut sah untuk beracara di pengadilan. Atas keberatan tersebut, majelis hakim akan mempelajari karena pembuktian juga belum lengkap. (baca: antara 25/04/2022).
Belum selesai satu masalah muncul lagi masalah baru yaitu banyaknya gelombang SOMASI dan Laporan Polisi yang dilayangkan advokat dibawah naungan PERADI SOHO baik DPC maupun DPN terhadap Hotman Paris Hutapea akibat menyampaikan isi Putusan Mahkamah Agung R.I No: 997K/pdt/2022, yang pada pokoknya menyoal keabsahan Kepengurusan Otto Hasibuan yang 3 (tiga) Periode. Sebut saja Advokat Muda Indonesia Bergerak (AMIB) yang diketuai Andi Ryza Fardiansyah yang juga Wakil Sekretaris Bidang Kajian Hukum dan Perundang-undangan DPN Peradi mengatakan telah menyampaikan SOMASI kepada Hotman Paris jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak minta maaf kepada Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan dan anggotanya maka akan digugat ke pengadilan dan dilaporkan ke Polisi (baca: kompas (25/4/2022).
Dipelbagai daerah polemik makin melebar dan sudah masuk ranah hukum yaitu beberapa rekan advokat menggugat keabsahan Otto Hasibuan selaku Ketua DPN PERADI SOHO, diantaranya Gugatan oleh advokat Hana Pertiwi dengan Perkara Nomor 379/Pdt.G/2022/PN Jkt.Br tertanggal 09 Mei 2022 di Pengadilan Negeri Jakarta barat dan advokat Ranto .R. Simbolon dengan perkara 338/Pdt.G/2022/PN Mdn tertanggal 21 April 2022 di Pengadilan Negeri Medan. Apabila semua polemik ini berlanjut tanpa ada solusi yang menyejukan, maka permasalahan ini bagaikan bongkahan salju yang mengelinding dan akan semakin besar dan akan memporakporandakan PERADI sendiri, apa lagi kebijakan dalam AD/RT boleh menjabat Ketua PERADI 3 (tiga) Periode adalah kebijakan yang tidak populis bertentangan dengan nilai suci demokrasi dan menunjukan arogansi akan kekuasaan sebagai KETUA PERADI. Penulis menilai jika 3 (tiga) Periode ini masih dipertahankan, maka tidak menutup kemungkinan PERADI yang saat ini di Pimpin Otto Hasibuan kian hari akan kian melemah, masalah datang silih berganti dan keanggotaan akan semakin rapuh yang jelas akan merugikan PERADI;
Legitimasi Hukum
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995). Legitimasi dapat juga diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan serta kebijakan yang diambil seorang pemimpin.
Sedangkan “Legitimasi hukum adalah pengakuan hukum yang terdapat di tengah masyarakat yang bisa di katakan ada kaitannya dengan tindakan perbuatan hukum yang berlaku serta berbagai undang-undang yang sah dan sudah di tetapkan”. Misalnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU perkawinan) memuat klausul yang mewajibkan pendaftaran dan pencatatan perkawinan, begitu juga jika ada yang mau berpoligami harus atas dasar persetujuan pengadilan. Artinya legitimasi hukum menitik beratkan kepada beban formalitas hukum yang diberikan oleh Penguasa/putusan pengadilan terhadap suatu kekuasaan atau suatu kewenangan atau suatu hak sehingga sah melakukan perbuatan hukum yang akan dilindungi oleh hukum negara.
Melihat dari polemik yang muncul mengenai organisasi advokat khususnya PERADI, dimulai dari aspek empiris yang mana organisasi advokat saat ini bukan lagi bersifat Single Bar melainkan sudah Multi Bar, ditambah permasalahan keabsahan kepengurusan PERADI yang dipimpin Otto Hasibuan yang memantik berbagai macam masalah seperti SOMASI, Laporan Polisi, Gugatan di pengadilan antar sesama advokat dan diperparah dengan masalah KTA yang ditanda tangan Otto Hasibun diprotes oleh advokat dari organisasi advokat lainnya, sehingga jelas menjadi sandungan bagi advokat dalam bersidang di Pengadilan atau dapat saja menurunkan kepercayaan klien kepada advokat. Hal ini membuktikan bahwa secara Legitimasi PERADI yang dipimpin Otto Hasibuan mengalami degradasi. Apalagi penghianatan nilai-nilai demokrasi dan prinsip-prinsip oportunis yang masih dipertahankan dalam zona nyaman sebagai Ketua PERADI sebanyak 3 (tiga) Periode yang sampai saat ini masih diawetkan oleh Otto Hasibuan menambah delegitimasi terhadap PERADI SOHO.
Penulis menilai disamping persoalan legitimasi ada persoalan yang sangat urgent harus menjadi perhatian khusus yaitu persoalan Legitimasi Hukum PERADI SOHO yang sampai saat ini kepengurusan PERADI Otto Hasibuan belum ada mendapatkan legitimasi hukum, sehingga sangat merugikan PERADI yang akan penulis uraikan dengan basis argumentasi sebagai berikut, Pertama, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung R.I No: 997K/pdt/2022 tertanggal 18 April 2022 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan ‘No.592/Pdt/2020/PT MDN. Jo Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.12/Pdt.G/2020/PN Lbp, secara yuridis telah menggugurkan keabsahan kepemimpinan PERADI Otto Hasibuan yang proses pencalonannya menggunakan AD/RT PERADI yang hanya ditetapkan melalui Rapat Pleno tahun 2019 yang cacat hukum. Kedua, kepengurusan PERADI yang saat ini memiliki legitimasi Hukum dan secara formal diakui negara adalah PERADI dibawah kepemimpinan Luhut .M.P. Pangaribuan sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU-0000883.AH.01.08 Tahun 2022 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan PERADI tertanggal Kamis 28 April 2022. yang ditandatangani Dirjen AHU Kemenkumham R.I. Ketiga, didalam akta pendirian PERADI Nomor 30 tanggal 08 September 2005 yang dibuat dihadapan Notaris Buntarrio Tigris Darmawa NG, SE, SH, MH yang kemudian didaftarkan ke Dirjen AHU KemenkumHAM R.I dengan Nomor Sk: AHU-120.AH.01.06.Tahun 2009 dan dalam akta Perubahan PERADI Nomor 85 tanggal 21 Januari 2015 yang dibuat dihadapan Notaris Buntarrio Tigris Darmawa NG, SE, SH, M,H yang kemudian didaftarkan ke Dirjen AHU KemenkumHAM R.I, Nomor Sk: AHU-115.AH.01.08.Tahun 2015, tercatat bahwa Organisasi Advokat PERADI saat itu dipimpin oleh Otto Hasibuan. Kemudian terjadi perubahan melalui akta Perubahan PERADI Nomor 5 tanggal 11 April 2022 yang dibuat dihadapan Notaris Dewi Kusmawati, SH yang kemudian didaftarkan ke Dirjen AHU KemenkumHAM R.I Nomor Sk: AHU-0000859.AH.01.08.Tahun 2022 tertanggal 26 April 2022 yang Ketua Umumnya adalah Luhut .M.P. Pangaribuan.
Dilihat dari akta Pendirian berikut dengan perubahannya dari Tahun 2005 sampai dengan 2022 ditemukan bahwa PERADI berbentuk PERKUMPULAN, maka berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan (“Permenkumham 3/2016”) mengatakan “Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya”. Dalam hal ini PERADI telah melalui proses pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM (baca: Dirjen AHU). Dikarenakan saat ini ada polemik masalah kepengurusan mana yang sah, maka penulis melihat secara texstualis dalam akta pendirian dan perubahan PERADI yang telah mendapatkan Legitimasi Hukum dari negara adalah PERADI dibawah kepemimpinan Luhut .M.P. Pangaribuan sesuai dengan akta Perubahan PERADI Nomor 5 tanggal 11 April 2022 yang dibuat dihadapan Notaris Dewi Kusmawati, SH dan telah terdaftar di Dirjen AHU KemenkumHAM R.I Nomor Sk: AHU-0000859.AH.01.08.Tahun 2022 tertanggal 26 April 2022.
Maka secara Legitimasi Hukum dalam dokumen resmi a quo yang tercatat sebagai ketua umum PERADI adalah Luhut .M.P. Pangaribuan. Terlepas dari beberapa pendapat diantaranya FAHRI BACHMID selaku wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-undangan DPN PERADI SOHO dan Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia yang mengatakan “Peradi merupakan organ negara dalam arti luas, yang bersifat mandiri, independent state organ, yang idealnya tidak memerlukan tindakan administratif pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM” (baca: kompas.id, 24/04/2022),menurut penulis adalah pendapat yang tidak relevan dengan historical pendirian dan pengesahaan PERADI sebagaimana tercantum dalam akta pendirian dan akta perubahan serta pengesahan dari Dirjen AHU KemnkumHAM R.I yang telah dilakukan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2022. Disamping itu mengacu kepada bentuk hukum PERADI sebagai PERKUMPULAN, maka untuk mendapatkan LEGITIMASI HUKUM harus disahkan oleh Pejabat berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Perkumpulan.
Penulis berpandangan apabila argumentasi Fahri Rachmid yang lemah ini menjadi basis argumentasi hukum dari PERADI SOHO, siap-siap saja PERADI SOHO tidak akan mendapatkan legitimasi hukum dari negara, melainkan akan semakin memudarnya legitimasi PERADI SOHO dikalangan seluruh advokat di Indonesia ditambah lagi semua polemik yang semakin menjamur di tubuh PERADI SOHO yang sampai saat ini belum ada penawar dan solusi terbaik. Solusi terbaik menurut penulis adalah segera Otto Hasibuan setelah Rapimnas PERADI SOHO tanggal 20 Mei 2022 ini mencanangkan MUNAS LUAS BIASA dan Otto Hasibuan mundur dari Jabatan Ketua PERADI, biarkan generasi selanjutnya mengisi dengan pemilihan yang fair mengunakan sistim one man on vote, sehingga aroma kepemimpinan PERADI berganti dari berbau oligarki yang memperlihatkan arogansi kekuasaan menjadi lebih demokratis demi mewujudkan wadah tunggal advokat atau Singgle Bar di Indonesia, sebagaimana sering dikumandangkan oleh Otto Hasibuan selama ini.
Discussion about this post