SEKATO.ID | JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi mempertanyakan klaim dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar bahwa terdapat 198 pondok pesantren (ponpes) terafiliasi dengan jaringan terorisme. Ia mengingatkan BNPT agar tidak mengungkapkan informasi-informasi yang justru memicu kegaduhan di publik.
“Sebenarnya bahasa-bahasa begini bagusnya, oleh lembaga yang sangat sensitif, tidak perlu keluar ke publik. Itu cukup intelijen saja dan cukup ditutup. Sebab, kalau 198 pesantren artinya berapa banyak berarti yang terpapar teroris di republik ini? Apa benar?” kata Aboe Bakar kepada awak media di Jakarta, Senin (31/1/2022).
Anggota Fraksi PKS DPR RI seraya mengingatkan bahwa para santri yang berasal dari ponpes berkontribusi dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Karenanya, Aboe ingatkan sekali lagi agar BNPT tidak membuat gejolak dan meminta agar hal-hal sensitif seperti itu cukup dibicarakan secara khusus dengan Komisi III DPR RI.
“Kita harus sadar republik ini tidak terlepas dari pejuang-pejuang, orang-orang dari pondok pesantren. Jadi jangan mudah bikin gejolak, kegaduhan keumatan yang cukup merepotkan di ujung-ujung tahun politik seperti ini,” tegas legislator dapil Kalimantan Selatan I tersebut.
Sebelumnya, informasi soal 198 pesantren terafiliasi dengan jaringan terorisme disampaikan Kepala BNPT Boy Rafli Amar dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada Selasa pekan lalu. Dalam rapat tersebut, tak ada permintaan dari BNPT agar soal informasi itu disampaikan tertutup. BNPT sendiri sudah menanggapi reaksi-reaksi terkait informasi tersebut.
BNPT menyebut sejatinya data yang disampaikan Boy Rafli itu merupakan bentuk pertanggungjawaban institusi yang memiliki tupoksi pencegahan radikal terorisme. “Sejatinya, data yang disampaikan Kepala BNPT tersebut harus dibaca sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja sebuah institusi di depan anggota dewan yang mempunyai tugas pencegahan radikal terorisme,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad Nurwakhid dalam keterangan pers tertulis, Minggu (30/1/2022).
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid menilai klaim dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahwa terdapat 198 pondok pesantren (ponpes) terafiliasi terorisme dapat menumbuhkan saling curiga yang membahayakan persatuan dan kesatuan NKRI. Hal itu sekaligus untuk menanggapi rencana Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memetakan masjid terkait radikalisme beberapa waktu lalu.
“Karena hal-hal seperti itu malah meresahkan dan potensial memecah belah antara komunitas masjid dan pesantren dengan TNI dan Polri, dan akan menumbuhkan saling curiga dan tidak percaya yang membahayakan persatuan dan kesatuan pejuang dan pendukung terbesar NKRI yaitu Umat Islam dan TNI dan Polri,” terang Hidayat sebagaimana dikutip dari situs resmi Fraksi PKS DPR RI, Selasa (1/2/2022).
Hidayat pun berharap mestinya semua energi untuk pemberantasan terorisme dan radikalisme sekarang ini ditujukan untuk memetakan dan mengatasi bahaya yang nyata di depan mata. Seperti bahaya gerakan teror radikal separatis bersenjata OPM di Papua. Bahkan, Hidayat pun menilai pemetaan masjid dan klaim ponpes dengan terorisme itu dapat menampakkan wajah islamofobia yang dapat menimbulkan dugaan adanya framing negatif dan ketidakadilan terhadap umat Islam.
“Jadi, sangat wajar, dan saya mendukung, sikap Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), PBNU, Muhammadiyah dan DMI (Dewan Masjid Indonesia) dan Pondok Gontor, yang secara tegas dan argumentatif mengkritisi dan menolak islamophobia dan framing yang muncul akibat opini tuduhan tanpa bukti tersebut,” tambah Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini.
Politisi yang kerap disapa HNW ini menegaskan justru semestinya semua pihak menguatkan simbol-simbol kesatuan Bangsa dan Negara agar lebih maksimal untuk perjuangkan keselamatan NKRI. Serta mengingat kembali bagaimana besarnya peran pesantren dan masjid untuk Indonesia dalam perjuangannya melawan penjajah asing, maupun dalam menyelamatkan NKRI dari kudeta PKI.
“Karenanya seharusnya semua potensi energi yang dimiliki mestinya secara maksimal disatupadukan untuk hadapi ancaman-ancaman yang nyata-nyata membahayakan eksistensi kedaulatan dan keutuhan NKRI seperti teror radikal separatisme OPM di Papua. Apalagi Menkopolhukam Prof Mahfud MD sudah menyatakan bahwa separatisme lebih berbahaya daripada radikalisme, dan KKB di Papua adalah organisasi teroris,” tambahnya.
Sumber: dpr.go.id
Discussion about this post