SUNGAIPENUH – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungaipenuh sedang melakukan investigasi terkait sewa rumah pribadi Walikota dan rumah pribadi Sekda Sungaipenuh menjadi rumah dinas.
Menurut pihak Kejari Sungaipenuh tidak boleh menyewa rumah pribadi walikota menjadi rumah dinas. Oleh karena, Kejari melakukan investigasi terkait sewa menyewa itu.
Kasi Intel Kejari Sungaipenuh Andi Sugandi, dikonfirmasi terkait membenarkan. Dia menjelaskan investigasi itu dilakukan untuk mengetahui apakah itu tunjangan rumah dinas, perumahan atau sewa rumah dinas.
“Kalau tunjangan perumahan maka yang dibebankan adalah operasional rumah yang difungsikan sebagai rumah dinas, karena belum tersedia rumah dinas definitive. Tapi kalau dalam item itu ada pembayaran sewa rumah itu yang gak boleh karena rumah pribadi yang ditempati,” jelasnya
Sebelumnya, Kabag Umum Setda Kota Sungaipenuh, Jon Arizal, mengatakan bahwa rumah Dinas Walikota Sungaipenuh dan Sekda disewa oleh pemerintah Kota Sungai Penuh, karena Pemkot Sungai Penuh belum memiliki rumah dinas sejak berdirinya Kota Sungaipenuh.
Menurutnya, ketentuan aturan menyewa rumah Dinas sudah diatur dalam Peraturan Walikota (Perwako) tahun 2010 masa waliKota Sungaipenuh Asafti Jaya Bakri (AJB). “Ya, rumah dinas Wako, Wawako dan Sekda disewakan, itu ada Perwako yang mengatur,” jelasnya.
Soal boleh atau tidak, Jon mengatakan bahwa tidak ada aturan tidak membolehkan yang ada dalam aturannya menyewa rumah untuk rumah dinas bagi daerah yang belum memiliki rumah dinas, jadi menurutnya rumah siapa saja boleh.
“Rumah dinas baru diserahkan jadi saat ini masih direhab, tahun ini masih disewakan untuk Walikota, Wawako dan Sekda Kota Sungaipenuh,” tegasnya.
Sementara itu, Viktor, praktisi hukum Kerinci ditanya terkait hal itu menjelaskan, bahwa menurut Pasal 6 ayat (1) PP 109/2000, kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan.
Berdasarkan PP Nomor 11 tahun 2008 tentang tata cara pengadaan, penetapan status, pengalihan status, dan pengalihan hak atas rumah Negara. Artinya berdasarkan ketentuan tersebut, pengadaan rumah dinas harus melalui penganggaran, atau telah ada ketentuan tata cara dalam peraturan pemerintah diatas tentang tata cara pengadaan rumah jabatan.
Selanjutnya, apabila kemudian pemanfaatan rumah pribadi menjadi rumah jabatan dengan alasan tidak diadakannya anggaran untuk itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan APBD.
Kemudian kata dia, apabila penggunaan rumah pribadi yang menjadi rumah jabatan tersebut terbukti memberikan suatu keuntungan pribadi, maka kepala daerah yang bersangkutan dapat dikatakan melanggar larangan kepala daerah berupa membuat keputusan yang memberikan keuntungan pribadi.
Lalu bagaimana misalnya Walikota sewa Rumah pribadinya menjadi rumah dinas? Menurut Viktor Itu bisa dikatakan penyewaan rumah pribadi kepala daerah tidak sesuai dengan tata cara pengadaan rumah dinas. “Dan itu merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang undangan,” pungkasnya.
(*/Rgk)
Discussion about this post