SAROLANGUN – Kondisi miris dan memprihatinkan dialami oleh guru-guru ngaji di Kabupaten Sarolangun. Betapa tidak, ini lantaran nominal insentif atau gaji yang diterima mereka setiap bulan-nya masih sangat minim, jauh dari kata layak.
Tak hanya itu, bahkan di tahun 2022 guru-guru ngaji mengaku belum menerima pembayaran gaji mereka untuk bulan Januari-April. Dengan total keseluruhan Rp300 ribu, dengan rincian Rp75 ribu per bulan-nya.
Salah satu guru ngaji di Sarolangun, M Sukron warga Dusun Sungai Dalam, Desa Pelawan, Kecamatan Pelawan mengakui jika sudah tiga bulan terakhir ini tak menerima gaji. Bahkan hingga saat ini, masuk bulan ke empat tahun 2022 belum ada kejelasan dari pihak desa maupun kecamatan.
“Belum terima sama sekali, sudah masuk bulan ke empat ini. Tapi belum ada juga informasi,” katanya, Kamis (21/4).
Lebih lanjut, Sukron menerangkan jika sejauh ini juga belum ada pendataan terhadap guru ngaji yang dilakukan pihak desa atau kecamatan. “Belum ada yang turun ke lapangan untuk mendata. Sebelumnya memang ada, tapi sudah lama sekali tahun lalu. Kalau baru-baru ini tidak ada. Kita belum ada dapat informasi,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Kabag Kesra Setda Kabupaten Sarolangun, Puadi ketika dikonfirmasi membenarkan informasi tersebut. Kata dia, kecilnya honor guru ngaji ini lantaran dipengaruhi oleh kondisi keuangan daerah yang tidak memungkinkan lantaran dihantam Pandemi Covid-19.
“Sekarang Rp75 ribu sebulan. Gaji ini diterima tiga bulan sekali. Memang di Peraturan Bupati (Perbup) Rp75 ribu nilainya. Jadi kita buat semacam ketentuan di SK-nya (guru ngaji, red), khususnya ketentuan di keuangan daerah terkait jumlah gaji yang diterima,” terangnya.
Lebih lanjut, Puadi juga mengaku memang terdapat perbedaan jumlah gaji yang diterima antara guru ngaji, da’i dan pegawai syarak. “Kalau da’i dia dibayar dari ADD, nilainya Rp750 ribu per bulan. Pegawai syarak Rp100 ribu per bulan. Jadi khusus da’i dan pegawai syarak yang di sembilan kelurahan saja yang gajinya dengan kami,” paparnya.
“Kalau da’i dia kegiatannya lebih banyak. Makanya gaji lebih besar,” sambungnya.
Melihat kesenjangan nominal gaji yang diterima antara guru ngaji, da’i dan pegawai syarak tersebut, Puadi menegaskan jika pihaknya sudah melakukan upaya pengusulan penambahan gaji.
“Ketika pembahasan anggaran di DPRD kita sampaikan. Itukan ketok palunya di DPRD. Kita sudah beberapa kali menyampaikan, mungkin karena kondisi keuangan kita sekarang tidak memungkinkan. Tapi ke depan niat baik dewan tidak mungkin tidak dipertimbangkan untuk meningkatkan ini,” imbuhnya.
Sementara itu, menanggapi soal keterlambatan pembayaran gaji guru ngaji, Puadi mengatakan jika tahun ini pembayaran harus dilakukan non tunai atau melalui rekening bank.
“Kita nunggu data guru ngaji dari kecamatan. Masih banyak yang belum mengajukan. Masih ada lima kecamatan belum menyerahkan data, yakni Mandiangin, Mandiangin Timur, Pelawan, Pauh dan Limun. Setelah data kita terima maka langsung dilakukan pembayaran,” terangnya.
“Tapi kendalanya, ini (gaji, red) kan kecil, jadi mayoritas mereka nolak buat rekening. Dengan dana segitu, mereka harus buat rekening tentu kesusahan. Cuma nanti akan kita usahakan bagaimana caranya mereka dapat keringanan dalam proses pembayaran gaji ini,” tambahnya.
Terkait hal ini, Puadi mengaku ke depan pihaknya terus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan insentif dan gaji guru ngaji serta bidang lainnya.
“Semoga keuangan daerah kita membaik, APBD meningkat. Dan kita tentu terus berupaya agar lebih baik,” tuntasnya. (rin)
Discussion about this post