SEKATO.ID, KERINCI – Krisis pengelolaan sampah di Kabupaten Kerinci kembali menjadi sorotan tajam. Tumpukan sampah yang menghiasi berbagai sudut wilayah telah menciptakan pemandangan memprihatinkan dan menimbulkan keresahan warga.
Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang digelar Senin (20/01/25) lalu, fakta mencengangkan terungkap, ternyata Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kerinci ternyata tidak pernah berkoordinasi dengan DPRD mengenai persoalan sampah yang kian memburuk.
Ketua DPRD Kabupaten Kerinci, Irwandri, menyatakan kekecewaannya atas minimnya komunikasi antara DLH dan legislatif. Dalam Musrenbang tersebut, DPRD baru mengetahui bahwa salah satu penyebab utama tumpukan sampah adalah masyarakat yang menolak penggunaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Pondok Pulau Sangkar, Kecamatan Bukit Kerman. Padahal, lahan TPA tersebut merupakan aset milik Pemkab Kerinci.
“Kami mempertanyakan langsung kepada Sekretaris DLH yang hadir. Ternyata masyarakat setempat keberatan dengan penggunaan TPA di sana. Namun, hal ini baru kami ketahui hari ini, itu pun secara kebetulan karena ada Musrenbang. Kalau tidak, kami mungkin masih belum tahu apa-apa,” tegas Irwandri.
Merespons krisis ini, Irwandri menyatakan bahwa DPRD akan segera menyurati DLH dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kerinci untuk menggelar pertemuan. Ia menegaskan perlunya duduk bersama antara DPRD, pemerintah, dan masyarakat guna mencari solusi konkret.
“Kami akan menindaklanjuti persoalan ini dengan serius. Apapun hasil dari pembahasan nanti, akan kami sampaikan kepada masyarakat. Kami ingin masalah ini selesai, bukan hanya menjadi bahan diskusi tanpa tindakan,” ujar Irwandri.
Krisis Sampah yang Menggurita
Pemandangan menyedihkan tampak di berbagai Tempat Pembuangan Sampah (TPS) seperti di Tanjung Pauh, Tanjung Tanah, hingga Desa Semerap, Hiang, dan Sungai Abu. Tumpukan sampah tidak hanya merusak estetika wilayah, tetapi juga menjadi sumber polusi udara, tanah, dan air. Di Tanjung Pauh, bau busuk dari tumpukan sampah tercium hingga 20 meter, sementara lalat hijau berterbangan di sekitar area, menciptakan kondisi yang tidak higienis dan mengancam kesehatan masyarakat.
Situasi lebih parah terlihat di Tanjung Tanah, di mana sampah yang meluber hingga separuh badan jalan menghalangi akses warga ke lahan pertanian mereka. Warga mengaku frustrasi karena tidak ada fasilitas bak sampah yang memadai, sehingga mereka terpaksa membakar limbah, tindakan yang berpotensi mencemari udara dan memicu gangguan kesehatan.
Kondisi serupa terjadi di Desa Semerap dan sekitarnya, di mana sampah dibiarkan menumpuk di pinggir jalan akibat tidak adanya pengangkutan rutin. Selain menciptakan sarang penyakit, saluran irigasi yang tersumbat oleh limbah menyebabkan banjir yang merusak lahan pertanian warga.
Minimnya Respons dan Koordinasi Pemerintah
Ketidakpedulian pihak berwenang menjadi salah satu akar permasalahan yang terus berlarut-larut. Warga menyebut bahwa DLH jarang turun langsung ke lapangan untuk memantau kondisi TPS. Pengangkutan sampah yang tidak rutin, minimnya fasilitas bak penampungan, dan ketidaksiapan dalam mengelola TPA menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Darurat Pengelolaan Sampah
Kondisi pengelolaan sampah di Kabupaten Kerinci telah mencapai titik darurat. Ketidaksiapan pemerintah dalam menyediakan fasilitas, lemahnya koordinasi antarinstansi, serta kurangnya keterlibatan masyarakat menjadi faktor utama memburuknya situasi. Dibutuhkan tindakan nyata dan strategi jangka panjang, mulai dari penyediaan fasilitas yang memadai hingga pengelolaan TPA yang lebih profesional.
Jika tidak segera ditangani, krisis ini berpotensi menciptakan dampak yang lebih luas, tidak hanya terhadap lingkungan, tetapi juga terhadap kesehatan masyarakat. Sudah saatnya DLH dan Pemkab Kerinci mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan persoalan ini dan memulihkan kepercayaan masyarakat.
(Rgk)
Discussion about this post