SEKATO.ID | JAKARTA – Orang yang mempromosikan diri sebagai pembunuh bayaran atau mendeklarasikan bisa menyantet, saat ini dibahas dalam RUU KUHP. Hal itu tertuang dalam draf RUU KUHP terbaru yang didapat detikcom, Kamis (3/6/2021).
Draf itu disebarkan kepada peserta sosialisasi RUU KUHP di Manado pagi ini. Pasal 249 mengancam orang yang mendeklarasikan diri sebagai pembunuh bayaran. Berikut bunyi lengkapnya:
Pasal 249 (Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana)
Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal 250
(1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan Tindak Pidana dengan maksud agar penawaran tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Jika setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
Dalam pasal selanjutnya mengancam orang yang mendeklarasikan diri mempunyai kekuatan gaib juga diancam pidana penjara. Berikut pasalnya:
Pasal 252
(1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Lalu mengapa pasal di atas yang disebut dengan pasal santet tetap dibutuhkan? Di Penjelasan Pasal 252 ayat 1 menyatakan:
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).
Sosialisasi itu digelar Kemenkumham dan Kanwil Kumham Sulawesi Utara (Sulut) secara daring dan luring. Sosialisasi itu dibuka oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Prof Benny Riyanto. Adapun sebagai pembicara yaitu Dirjen HAM Mualimin Abdi, guru besar hukum pidana UGM Prof Marcus Priyo Gunarto, guru besar hukum Universitas Diponegoro Prof Pujiyono, akademisi UI Surastini Fitriasih, dan Dekan FH Universitas Pakuan Yenti Garnasih.
Sumber: detik.com
Discussion about this post