SEKATO.ID – Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Andi Mallarangeng terlibat debat panas dengan tenaga ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin terkait acara yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat. Yang Andi dan Ngabalin perdebatkan terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bagaimana debat panas antara Andi dan Ngabalin bisa terjadi?
Dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Nanti Kita Cerita tentang Demokrat Hari Ini’ yang ditayangkan di kanal YouTube MNC Trijaya, Sabtu (6/3/2021), Andi membicarakan perihal komunikasi seorang Presiden dengan orang-orang di lingkarannya. Konteks yang Andi bicarakan yakni antara Presiden Jokowi dengan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Seperti diketahui, Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum (Ketum) dalam KLB Demokrat yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Moeldoko pun menerima keputusan KLB tersebut.
“Bagi saya, masa sih orang macam dalam lingkaran dalam Presiden, tiap hari ketemu Presiden, kira-kira mau jadi ketum partai, kira-kira ngomong dulu nggak? Masa kita nggak minta izin sih, masa nggak ngomong sih,” ujar Andi.
Kekhawatiran kemudian muncul di benak Andi. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu khawatir pemerintahan Presiden Jokowi justru membiarkan ‘orang-orangnya’ mengintervensi partai lain.
“Dan kalau betul itu dilakukan dan kemudian tidak ada (pencegahan), dan dibiarkan, saya khawatir ini memang pemerintahan Jokowi membiarkan kejadian-kejadian semacam ini, membiarkan terjadinya intervensi dari orang yang sedang berkuasa. Jabatan Pak Moeldoko itu Kepala Staf Presiden, itu jabatan politik. Lalu melakukan gerakan-gerakan politik,” ujar Andi.
“Nah, ini karena jabatannya, yang punya bos atasan atau karena dirinya sendiri, bagaimana membedakan itu? Kita menunggu sebenarnya apa yang ingin dikatakan oleh Pak Jokowi. Kita sudah kirim surat, kok. Tapi sampai sekarang tidak ada jawaban,” sambungnya.
Pernyataan Andi inilah yang membuat Ngabalin bereaksi. Debat panas pun tidak bisa dihindari.
“Kan dari awal sudah saya bilang jangan pernah bermimpi dan menyeret-nyeret Jokowi dalam urusan remeh temeh seperti ini. Kalau Anda ngerti tentang politik, maka dari awal itu konsolidasi internalnya dari awal harus mantap,” tegas Ngabalin saat dihubungi, Minggu (7/3).
Sindiran kemudian terlontar dari mulut Ngabalin. Mantan anggota DPR RI periode 2004-2009 itu meminta agar elite-elite Partai Demokrat tidak mengumbar pemikiran yang menandakan kepanikan.
“Jangan dikait-kaitkan dengan pemerintah, dengan negara, dengan Jokowi, dengan Istana. Sudah, tutuplah pikiran-pikiran yang hambar, pikiran-pikiran yang panik, pikiran yang mengait-ngaitkan orang lain. Dari awal saya bilang,” ucap Ngabalin.
“Jadi kalau orang ada buat KLB masa pemerintah harus turun tangan mengurus masalah internal. Ya internal orang-orang partai, orang-orang internal. Kenapa mesti dikait-kaitkan Presiden Joko Widodo, menyeret-nyeret,” imbuh dia.
Andi Mallarangeng mengelak menyeret-nyeret nama Presiden Jokowi ke konflik Partai Demokrat. Justru, menurut Andi, dia hanya mempertanyakan apakah Presiden Jokowi diberitahu Moeldoko terkait KLB Demokrat.
“Saya nggak nyeret-nyeret Pak Jokowi, saya hanya mempertanyakan, benar nggak itu, Pak Jokowi tahu nggak bahwa Pak Moeldoko melakukan gerakan-gerakan politik untuk mengambil alih kepemimpinan di Partai Demokrat. Saya mempertanyakan, apakah Pak Moeldoko minta izin nggak dia,” sebut Andi, kepada wartawan, Minggu (7/3).
Andi memang pernah menjabat sebagai juru bicara (jubir) Presiden. Ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presidennya. Cerita pengalamannya menjadi jubir Presiden.
“Dulu saya jadi jubir di Istana. Mau pulang kampung pergi tengok mertua aja minta izin saya sama Presiden. Minta 1-2 hari off, misalnya mertua lagi sakit, ‘Pak mohon izin mau tengok mertua di Yogya, mungkin 1-2 hari’, kan begitu. Minta izin mau ke mana, alasannya saja kita kasih tahu, ‘Pak, ini mau minta izin’,” cerita Andi.
“Waktu saya jadi menteri saya juga mau jadi ketua umum partai. Saya dulu Menpora, lalu kemudian ketika saya mau maju mencalonkan diri, 2010, sebagai calon ketua umum Partai Demokrat kan saya minta izin kepada bapak Presiden, ‘Bapak Presiden saya mohon izin saya akan mencalonkan diri sebagai calon ketua umum Partai Demokrat dalam kongres itu karena itu…’, terus (minta izin) Pak Wapres, ‘silakan’, kan begitu, diberi izin untuk itu,” imbuhnya.
Klaim Andi, dia hanya ingin tabayun (meminta penjelasan). Sebab, ada kader PD yang mengaku mendengar pernyataan Moeldoko terkait restu ‘Pak Lurah’ dalam gelaran KLB Demokrat.
“Saya tidak menyeret-nyeret (Jokowi). Kan sama juga nada itu waktu ketua umum AHY mempertanyakan, mengirim surat kepada Pak Jokowi, kan bertanya. Namanya tabayun, orang, benar nggak kata-kata Pak Moeldoko itu waktu ketika bertemu para kader-kader kita, katanya telah didukung oleh Pak Lurah, itu kata Moeldoko, bukan kata saya. Ini dari kesaksian kader-kader kita. Pak Moeldoko itu kan bilang bahwa ini Moeldoko, tapi dia pakai lencana pejabat tinggi negara, ingat kan waktu pernyataan persnya pertama kali itu (konferensi pers Moeldoko merespons tuduhan terlihat gerakan pengambilalihan kepemimpinan Demokrat),” papar Andi.
Discussion about this post