SEKATO.ID | JAMBI – Berdiri di persimpangan simpang 4 Telanaipura atau yang kerap disebut simpang BI (Bank Indonesia) di Kota Jambi, Ismed Raja berdiri dengan mengenakan serbah hitam mulai dari jubah, sepatu, masker, topi, kaca mata dan payung yang dipegangnya.
Berdiri sendiri tanpa melakukan gerakan apapun, Ismed didampingi sebuah boneka berwajah babi yang dikenakan jubah hitam juga. Tampak terpampang papan yang di tempelkan kertas bergambar dan bertuliskan “Tolak PETI” , “Tolak Tambang Rakyat” dan “Selamatkan Sungai Batanghari ” yang berada di depan boneka.
Dipersimpangan ini, tentunya aksi yang dilakukan Ismed ini menjadi sorotan setiap pengendara yang berhenti saat lampu merah dan melintas di kawasan tersebut. Ditambah lagi, aksi ini dilakukan pada Kamis (09/09/21) sore yang dimulai pada pukul 16.00 – 17.30 WIB yang mana merupakan jam lalulintas yang sibuk dikarenakan banyak masyarakat pulang kerja.
Aksi Kamisan Jambi ini merupakan bentuk protesnya kepada para pemangku kepentingan khusus terkait lingkungan yang ada di Jambi.
Melihat kondisi sungai Batanghari yang kian rusak akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) dan jenis tambang lainnya, Ismed menegaskan memang harus melakukan aksi protes, sebab dari permasalahan lingkungan yang sangat kompleks tersebut pemerintah hanya mencanangkan akan membentuk Tambang Rakyat sebagai solusi mengatasi PETI di Jambi.
“Melihat kondisi sungai di Jambi saat ini, di huluan sebanyak 9 anak sungai Batanghari sudah rusak semua,” ujarnya.
Aksi Kamisan yang keempat kalinya ini, akan dilakukan terus setiap hari Kamis kedepannya. Ia menegaskan saat ini masih konsisten untuk mengkampanyekan lingkungan.
“Kita konsisten bicara lingkungan, karena harus mengembalikan marwah sungai Batanghari yang merupakan urat nadi peradaban dari masa lampau hingga saat ini dan harus kita pertahankan sampai ke anak cucu,” jelasnya.
Ia pun berharap masyarakat Jambi mendukung untuk bersama-sama mengembalikan air sungai Batanghari kembali jernih seperti sediakala.
Tak hanya sungai, Hutan dan Sawah menjadi bagian perhatiannya. Sebab, persoalan PETI tak hanya beraktivitas di sungai, tapi beberapa wilayah di Provinsi Jambi ada di daratan yang akhirnya harus merusak hutan dan sawah.
Kamisan ini juga memprotes pemerintah yang mencanangkan Tambang Rakyat yang akan menjadikan solusi untuk mengatasi PETI. Menurutnya, kebijakan tersebut hanyalah akan menambah persoalan baru dan menguntungkan beberapa pihak.
“Kita menolak. Itu tidak ada manfaatnya sama sekali baik secara ekonomi, Alam bahkan kemanusiaan. Itu (Tamban Rakyat. Red) bahkan menimbulkan dampak-dampak buruk yang merugikan lingkungan,” jelasnya.
Jika tambang rakyat tersebut direalisasikan, Ismed mencontohkan akan terjadi pada petani, yang mana tambang lebih menjanjikan sehingga banyak petani beralih profesi menjadi penambang ataupun buruh tambang. Ia pun meyakini bahwa konflik sosial dan kriminal akan meningkat di area tambang lantaran harga emas yang mahal.
“Makanya saya pribadi dan kawan-kawan menolak aktivitas PETI di huluan sungai yang ada di Provinsi Jambi. Kami juga menolak usulan pemerintah terkait tambang rakyat,” kata Ismed.
Melalui Kamisan ini, Ismed terus mengkampanyekan setiap isu persoalan yang ada di Jambi khususnya lingkungan. Alasannya sederhana namun penting yaitu agar masyarakat Jambi sadar akan lingkungan untuk generasi selanjutnya.
Ia berpesan kepada generasi muda agar peka dan peduli terhadap lingkungan dikarenakan Air, Hutan, lingkungan sangat dekat dengan kehidupan.
” Hari ini kita menghirup oksigen dari pohon dan konsumsi dari sumber air yang mengalir, kenapa kita harus meracuni atau merusak sungai-sungai yang dititipkan tuhan kepada kita. Generasi muda ayo kita peka terhadap lingkungan, dunia sudah bicara tentang lingkungan ekosistem hutan. Ayo kembalikan marwah Idonesia, khususnya Jambi yang punya hutan luas dan air yang bersih,” sebutnya.
Tak hanya lingkungan, Ismed mengatakan kedepannya akan melaksanakan aksi Kamisan dengan berbagai persoalan yang ada di Jambi.
“Saat ini kita masih konsisten terhadap lingkungan terutama sungai. Kedepan kita akan eksplor lagi apa persoalan Jambi yang harus kita upayakan bagaiamna kembali kepada pitrahnya,” pungkasnya.
Diketahui, mengutip dari kompas.com, Aksi Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 dari para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. Setiap Kamis pukul 16.00-17.00 WIB, mereka mengenakan pakaian dan atribut serba hitam, berdiri, diam dan berpayung hitam bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM.
” Kamisan merupakan suatu aksi penolakan untuk meminta keadilan di negeri ini yang dilakukan orang dulu menggunakan pakaian serba hitam. Sebenarnya ini adalah penolakan yang amat menyakitkan namun harus diupayakan. Kita mencoba mainkan ritme ini di Jambi, agar masyarakat tahu betapa pentingnya mengkampanyekan lingkungan, hak keadilan dan sebagainya. Ini cara yang ada peluang baik sebagai anak muda, seniman, aktivis dan siapapun. Sebab jalan adalah panggung kita,” tutupnya Ismed. (Alra)
Discussion about this post