KERINCI – Terbukti melanggar kode etik dalam perkara Nomor 02-PKE-DKPP/I/2022, anggota Bawaslu Kabupaten Kerinci, Mohd Taufik Harun diberhentikan secara tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia.
Sanksi tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan yang diselenggarakan di Ruang Sidang Utama DKPP RI, Rabu (16/2/2022) sekitar pukul 09.30 WIB.
“Menjatuhkan saksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Mohd Taufik Harun selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Kerinci terhitung sejak Putusan ini dibacakan,” tegas Ketua Majelis, Dr Alfitra Salam.
Dalam hal ini, majelis menilai Teradu terbukti melanggar prinsip integritas Penyelenggara Pemilu Pasal 6 ayat (2) huruf a dan b Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Teradu juga terbukti melanggar Pasal 21 angka (1) huruf (i) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum berbunyi: syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun pada saat mendaftar sebagai calon.
Ketentuan undang-undang pemilu yang mengatur syarat imparsialitas Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota dengan masa jeda 5 (lima) tahun dari keanggotaan partai politik tersebut, maka secara mutatis mutandis berlaku bagi tim pemenangan dan/atau Tim Sukses.
Terkait hal ini, Teradu dilantik menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten Kerinci pada tanggal 16 Agustus 2018. Namun empat bulan sebelum dilantik, Teradu mengucapkan sumpah dan janji sebagai Tim Pemenangan Paslon Bupati Kerinci Zainal Abidin dan Arsal Apri dalam Pemilihan tahun 2018.
“Hal ini dibuktikan dengan video pengucapan sumpah dan janji Tim pemenangan dan keterangan saksi Dasrel Patria yang bertindak sebagai rohaniawan,” ujar Anggota Majelis, Dr. Ida Budhiati.
Selain itu, tindakan Teradu memesan dan memasang spanduk ucapan selamat dan sukses atas peresmian Kecamatan Tanah Cogok dan Danau Kerinci Barat oleh Gubernur Jambi tidak dibenarkan menurut hukum dan etika.
Sebagai penyelenggara pemilu, Teradu setidaknya mengetahui informasi yang mana pada saat itu Gubernur Jambi akan mencalonkan diri kembali dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Tahun 2018. Untuk itu, Teradu dinilai tidak memiliki sense of ethics sehingga menimbulkan kesan ketidaknetralan bagi seorang penyelenggara pemilu.
“Berdasarkan hal tersebut di atas, Teradu terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf b jo Pasal 8 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” ucap Anggota Majelis, Prof. Teguh Prasetyo.
Sementara itu, terhadap dalil aduan Teradu menerima uang sebesar kurang lebih Rp. 50 juta dan 200 buah amplop untuk memenangkan pasangan calon Gubernur Jambi, Cek Endra dan Ratu Munawarah tidak terbukti.
Majelis menilai alat bukti dan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Pengadu berupa rekaman audio berdurasi 2 menit 39 detik tidak didukung alat bukti lainnya. ()
Discussion about this post